Jumat, 29 Oktober 2010

Masyarakat Minangkabau

Nama : Adrian Aliminsah
Kelas : 1KA11




Asal usul
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan dengan suatu legendakhas Minang yang dikenal sebagai tambo. Dari tambo tersebut, konon pada satu masa ada satu kerajaan asing (biasa ditafsirkan sebagai Majapahit) yang datang dari laut akan melakukan penaklukan. Untuk mencegah pertempuran, masyarakat setempat mengusulkan untuk mengadu kerbau. Pasukan asing tersebut menyetujui dan menyediakan seekor kerbau yang besar dan agresif, sedangakan masyarakat setempatmenyediakan seekor anak kerbau yang lapar dengan diberikan pisau pada tanduknya. Dalam pertempuran, anak kerbau itu menyangka kerbau besar tersebut adalah induknya dan ingin menyusui maka anak erbau kecil langsung menanduk serta mencabik-cabik perut kerbau besar tersebut. Kemenabgan tersebut menginspirasikan masyarakat setempat memakai nama Minangkabau.

Adat dan Budaya
Adat dan Budaya Minangkabau bercorakkan keibuan (matrilineal), dimana pihak perempuan bertindak sebagai pewaris harta pusaka dan kekerabatan. Menurut tambo sistem adat Minangkabau pertama kali dicetuskan oleh dua orang bersaudara, Datuk Perpatih Nan Sebatang dan Datuk Ketumanggungan. Datuk perpatih mewariskan sistem adat Bodi Caniago yang demokratis, sedangkan Datuk Ketumanggungan mewariskan sistem adat Koto Piliang yang aristokratis. Dalam perjalanannya, dua sistem adat yang dikenal dengan kelarasan ini saling isi mengisi dan membentuk sistem masyarakat Minagkabau.

Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin. Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya. Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan masyarakat dimusyawarahkan oleh tiga unsur itu secara mufakat.

Kesenian
Suku Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperi tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan. Diantara tari-tarian tersebut misalnya tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru saja sampai, selanjutnya tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepatdari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.


Silek atau silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas suku ini yang sudah berkembang sejak lama. Selain itu, adapula tarian yang bercampur dengan silek yang disebut dengan randai. Randai biasa diiringi dengan nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni peran.

Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan salawat dulang. Seni berkata-kata atau berslat lidah, lebih mengedepankan kata sendiri, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme. Dalam seni berkata-kata seseorang diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tenpa menggunakan senjata dan kontak fisik.

Rumah Adat
Rumah adat suku Minangkabau disebut dengan Rumah gadang, yang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku tersebut secara turun temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.

Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah, biasanya tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut. Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.

Pekawinan
Dalam adat budaya suku Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat berarti dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru pelanjut keturunan. Bagi lelaki suku ini perkawinan juga menjadi proses untuk masuk pada ligkungan baru pada pihak keluarga istrinya. Sedangkan bagi keluarga pihak istri menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang mereka.

Dalam prosesi perkawinan adat Mingngkabau, biasa disebut Baralek, mempunyai beberapa tahapan yanng umum dilakukan, dimuai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput pengantin pria) sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan mamantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara islam yang biasa dilakukan di mesjid sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu mempelai pria akan diberi gelar baru sebagai panggilan baru pengantin panggilan nama kecil sebelumnya, dan masyarakat sekitar selanjutnya akan memangilnya dengan nama tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau sidi di kawasa pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah, pemberian gelar ini tidak berlaku.

Persukuan
Suku merupakan basis dari organisasi sosial dan sekaligus tempat pertarungan kekuasaan yang fundamental. Pengertian awal kata suku dalam Bahasa Minang dapat bermaksud satu per-empat, sehinggga jika dikaitkan dengan pendirian suatu nagari Minangkabau, dapat dikatakan sempurna apabila telah terdiri dari komposisi empat suku yang mendiami kawasan tersebut. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu keturunan nenek moyang yang sama.

Selain sebagai basis politik, suku juga merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Keayaan dituntukan oleh kepemilikan tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainya yang semua itu dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan hak milik bersama dari seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk melindungi anggota kaum keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.

Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara bersama-sama.